A.
KEHAMILAN SEROTINUS
1.
Teori sebab
persalinan
Sebab terjadinya suatu persalinan jingga saat ini masih berupa suatu
teori yang kompleks, banyak faktor yang mengakibatkan persalinan itu terjadi
antara lain : faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi. Semua factor tersebut belum dapat dipastikan oleh karena itu masih
diperlukan penilitian terlebih lanjut. Teori yang mendukng terjadinya suatu
persalinan yaitu:
a. Teori oksitosin
Peranan oksitosin pada
persalinan yaitu dikeluarkanya oksitosin oleh neurohipofise wanita hamil pada
saat wanita tersebut mulai masuk perasalinan. Menurut Chard (1973) peranannya
pada persalinan hanya kecil, perannan utamanya pada fase ekspulsi dan
postpartum, pada postpartum setelah fetus dan plasenta lahir menimbulkan
kontraksi dan retraksi uterus sehingga jumlah peradrahan yang terjadi berkurang
(pada saat ini pembuatan prostaglandin oleh amnion sudah tidak ada lagi) bahwa
oksitosin adalah obat yang dapat menimbulkan kontraksi uterus pada kehamilan
lanjut sudah diketahui secara luas kadar reseptor untuk oksitosin pada beberapa
kehamilan cukup bulan dan selama persalinan, juga didapat kenaikan kadar
oksitosin dalam cairan amnion selama persalinan. Dapat disimpulkan bahwa
oksitosin berperan penting pada akhir persalinan termasuk lahirnya plasenta,
mempertahankan kontraksi uterus setelah persalinan (mengurangi jumlah darah
yang hilang, dan pada saat ibu menyusui bayinya karena pada waktu bayi
menghisap puting susu ibu terjadi hipersekresi dari oksitosin dan air susu
mengalir keluar).
b. Teori panarikan (withdrawal progesteron)
Penarikan progesteron
merupakan keadaan endokrin penting yang mendasari proses biomolekuler untuk
bermulanya persalinan. Dari semua penalitian pada manusia kadar progesteron
sekurang-kurangnya pada darah ibu tidak menurunpada waktu sebelum persalinan
mulai berlangsung.
c. Hipotesa sistem komunikasi organ
Suatu hal yang mungkin sulit
untuk dipercayai bahwa janin dapat mengirimkan sarat kepada ibu untuk memmulai
proses persalinan bila dari jaringan dan organ-organ janin telah sempurna.
Apabila keadaan ini benar terjadi sebagai syarat fetus kepada ibu melalui
sistem komunikasi organ. Apabila memang demikian keadaanya adalah sangat
penting untuk menentukan komponen dari sistem komunikasi organ mekanisme
timbulnya dan bagaimana isyarat janin dikirimkan ke ibu juga penting untuk
menentukan komponen jawaban yang terjadi akibat isyarat tersebut. Menurut
Manuaba (1998) dikemukakan teori yang menyatakan kemungkinan terjadinya
persalinan yaitu
1) Teori keregangan
§ Otot rahim mempunyai kemampuan meregang
dalam batas-batas tertentu
§ Setelah melewati batas tersebut terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
§ Contohnya pada hamil ganda sering terjadi
setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan persalinan.
2) Teori penurunan progesteron
§ Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur
kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
menaglami penyempitan dan buntu.
§ Produksi progesteron mengalami penurunan
sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
§ Akibat otot rahim mulai berkontraksi
setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal
§ Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar
hipofisis posterior.
§ Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hiks.
§ Menurunya konsentrasi progesteron akibat
tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga
persalinan dapat dimulai.
4) Teori prostaglandin
§ Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak
umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desisua.
§ Pemberian prostaglandin dapat menimbulkan
kontaksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
§ Prostaglandin dianggap dapat merupakan
pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori hipotalamus pituitari dan galndula
suprarenalis
§ Teori ini menunjukkan pada kehamilan
dengan anensepalus sering terjadi perlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus.
§ Pemberian kortokosteroid yang menyebabkan
prematuritas janin, induksi (mulai persalinan).
§ Galndula suprarenal merupakan pemicu
terjadinya persalinan.
2.
Definisi
- Kehamilan postterm
merupakan kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak
awal periode haid yang diikuti oleh ovulasi 2 minggu kemudian. Meskipun
kehamilan postterm ini mungkin
mencakup 10 persen dari seluruh kehamilan, sebagian di antaranya mungkin
tidak benar-benar postterm,
tetapi lebih disebabkan oleh kekeliruan dalam memperkirakan usia
gestasional. Sekali lagi nilai informasi yang tepat mengenai lama
kehamilan cukup jelas, karena pada umumnya semakin lama janin yang
benar-benar postterm itu berada didalam
rahim, semakin besar pula resiko bagi janin dan bayi baru lahir
untuk mengalami gangguan yang berat (Cunningham, 1995).
- Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang melewati
294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap (Sarwono, 1995).
- Kehamilan
serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu
dihitung berdasarkan rumus neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Rustam, 1998).
- Kehamilan
yang melebihi waktu 42 minggu sebelum terjadi persalinan (Manuaba, 1998).
3.
Etiologi
Etiologi kehamilan lewat waktu atau kehamilan
serotinus sampai saat ini belum diketahui secara pasti beberapa faktor yang
dikemukakan penyebab kehamilan serotinus adalah:
a. Ketidaktentuan tanggal menstruasi:
ketidaksanggupan ibu mengingat HPHT, perdarahan selama kehamilan, siklus haid
tidak teratur, kehamilan dalam masa pasca persalinan ( oxorn, 2003 ).
b. Hormone penurunan konsentrasi estrogen
yang menandai kasus – kasus kehamilan serotinus dianggap merupakan hal penting,
karena kadar estrogen tidak cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid didalam membrane janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan
uterus meningkat sehingga kepekaan terhadap oksitosin meningkatkan dan
merangsang kontraksi ( wiliams, 1995 ).kadarestrogen tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang namun factor yang lebih menentukan adalah belum diproduksinya
prostaglandin yang berpengaruh terhadap terjadinya kontraksi uterus pada akhir
kehamilan.
c. Herediter karena postmaturitas sering
dijumpai pada satu keluarga tertentu ( rustam, 1998 )
4.
Patofisiologi
a. Jika plasenta terus berfungsi dengan baik,
janin akan terus tumbuh yang mengakibatkan bayi LGA dengan manifestasi masalah
seperti trauma lahir dan hipoglikemia.
b. Jika fungsi plasenta menurun, janin mungkin
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat. Janin akan menggunakan cadangan lemak
subkutan sebagai alergi penyusutan lemak subkutan terjadi yang mengakibatkan
syndrome dismatur janin , terdapat 3 tahap sindrom dismaturitas janin:
1)
Tahap I insufisiensi plasenta kronis
·
Kulit
kering, pecah – pecah, mengelupas, longgar dan berkerut.
·
Penampilan malnutrisi
·
Bayi
dengan mata terbuka dan terjaga
2)
Tahap II insufisiensi plasenta akut
·
Seluruh
gambaran tahap I kecuali nomor 3
·
Terwarnai mekonium
·
Depresi perinatal
3)
Tahap III insufisiensi plasenta subakut
·
Hasil
temuan pada tahap I dan tahap II kecuali nomor 3
·
Terwarnai
hijau dikulit, kuku, tali pusat dan membrane plasenta
·
Resiko
kematian intrapartum atau kematian neonatus lebih tinggi
c. Bayi baru lahir beresiko tinggi terhadap
perburukan komplikasi yang berhubungan dengan perfusi utero plasenta yang
terganggu dan hipoksia, misalnya: sindrom aspirasi mekonium.
d. Hipoksia intra uteri kronis menyebabkan
peningkatan eritroptia.lin janin dan produksi sel darah merah yang menyebabkan polisitemia.
e. Bayi postmatur rentan terhadap
hipoglokemia karena penggunaan cadangan glikogen yang cepat.
5.
Gambaran
klinis
Gambaran klinis pada kehamilan
post matur antara lain:
a. Janin postterm dapat terus bertambah
beratnya di dalam uterus dan dengan demikian menjadi bayi besar yang abnormal
pada saat lahir, atau bertambah berat postterm serta berukuran besar menurut
usia gestasionalnya.
b. TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan.
c. Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion
dan penurunan jumlah cairan amnion disertai dengan kompresi tali pusat yang
dapat menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang
kental.
d. Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan
intrauterin dapat begitu bermusuhan sehingga pertumbuhan janin yang lebih
lanjut akan terhenti dan janin menjadi postterm serta mengalami retardasi
pertumbuhan.
Hasil pengkajian manifestasi
klinis meliputi:
a. Bayi panjang, kurus dengan penampilan
menyusut, kulit seperti kertas dan kulit kuku dan tali pusat terwarnai
mekonium, kuku panjang dan lanugo tidak ada.
b. Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan
hipoksia janin, cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, gawat napas waktu
lahir dan mekonium mengotori pita suara.
6.
Pemeriksaan
Kehamilan Serotinus
Diagnosa kehamilan serotinus
ditegakkan dengan megetahui HPHT dengan rumus neagle yaitu dengan pertambahan
tanggal hari pertama haid terakhir yang normal dan spontan dengan 7 hari
kemudian penggurangan 3 bulan penambahan 1 pada tahunnya. Diagnosa penunjang
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa kehamilan serotinus adalah:
a. Ultrasonografi untuk mengetahui ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
b. Pemeriksaan serologi air ketuban yaitu air
ketuban diambil dengan amniosintesis baik transvaginal maupun transabdominal
(air ketuban akan bercampur dengan lemak dan sel-sel kulit yang dilepas janin
setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban diperoleh dipulas
dengan sulfatbirunil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga
bila:
1)
Melebihi 10 % kehamilan di atas 36 minggu
2)
Melebihi 50 % kehamilan di atas 39 minggu
c. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air
ketuban, menurut warnanya karena insufiensi plasenta.
d. Kardiotokografi : mengawasi dan membaca
denyut jantung janin karena insufiensi plasenta.
e. Uji oksitosin (stress test) yaitu induksi
oksitosin dilakukan ketika usia kehamilan 42 minggu lebih dan selama saat
melakukan induksi, frekuensi denyut janin direkam secara kontinyu. Sepanjang
pelanksanaan induksi persalinan selama 8 jam, tidak terlihat adanya suatu tanda
yang membuktikan penurunan frekuensi denyut jantung janin, dan frekuensi denyut
jantung janin bertambah cepat dengan gerakan janin; dengan kata lain, terdapat
hasil tes stress kontraksi yang reaktif dan negative.
7.
Penatalaksanaan
medis
Penalaksanaan pada ibu
a.
Pengelolaan persalinan
1) Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41
minggu, pengelolaan tergantung dari derajat kematangan serviks.
2) Bila serviks matang (skor bishop > 5)
§ Dilakukan induksi persalinan asal tidak
ada janin besar, jika janin lebih 4000 gram, dilakukan SC.
§ Pemantauan intrapartum dengan
mempergunakan KTG dan kehadiran dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan
mekonium mutlak diperlukan.
3) Pada serviks belum matang (skor bishop
< 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri.
§ NST dan penilaian kantung amnion. Bila
keduanya normal kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu 2 kali.
§ Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm
pada kantung yang vertikal atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai
deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi persalinan.
§ Bila volume cairan amnion normal dan NST
tidak reaktif, test dengan kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif
janin perlu dilahirkan, bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
§ Keadaan serviks (skor bishop harus dinilai
ulang setiap kunjungan pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks
matang.
4) Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan
komplikasi seperti DM, preeklamsi, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa
memandang keadaan serviks. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh
dibiarkan melewati kehamilan lewat waktu.
b.
Pengelolaan intrapartum
1)
Pasien tidur miring sebelah kiri
2) Pergunakan pemantauan elektrolit jantung
janin berikan oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
3) Perhatikan jalannya persalinan.
Penatalaksanaan pada bayi
a.
Menangani sindrom aspirasi mekonium
1)
lakukan penghisapan mulutdan luban hidung bayi
sementara kepala berada di perineum dan sebelum nafas yang pertama dilakukan
untuk mencegah aspirasi mekonium yang berada dalam jalan nafas.
2) Segera setelah bayi kering dan berada
dalam penghangat lakukan intubasi dengan penghisapan trachea langsung
3) Lakukan fisioterapi dada dengan
penghisapan untuk mengeluarkan mekonium dan secret yang berlebihan.
4) Berikan tambahan oksigen dan dukungan
pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
b.
Melakukan pengukuran glukosa darah serial
c. Memberi makan lebih awal untuk mencegah
hipoglikemia jika bukan merupakan kontraindikasi pada status pernafasan.
d.
Mempertahankan integritas kulit.
1)
Pertahankan kulit bersih dan kering
2)
Hindari penggunaan bedak,cream, lotion
3)
Hidari penggunaan plester
8.
Komplikasi yang diakibatkan oleh kehamilan
serotinus
a. Terhadap ibu persalinan serotinus dapat
menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
1) Aksi uterus yang tidak terkoordinir
dikarenakan kadar progesteron yang tidak turun pada kehamilan serotinus maka
kepekaan terhadap oksitosin berkurang sehingga estrogen tidak cukup untuk
menyediakan prostaglandin yang berperan
terhadap penipisan serviks dan kontraksi uterus sehingga sering
didapatkan aksi uterus yang tidak terkoordinir.
2) Janin besar oleh karena pertumbuhan janin
yang terus berlangsung dan dapat menimbulkan CPD dengan derajat yang
mengakhawatirkan akibatnya persalinan tidak dapat berlangsung secara normal,
maka sering dijumpai persalinan lama, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan post partum.
b. Terhadap janin fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 28 minggu kemudian mulai menurun terurtama setelah 42
minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadarestriol kadar plasenta
dan estrogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian
gawat janin dengan resiko tiga kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta maka pasokan makanan dan oksigen akan
menurun disamping dengan adanya spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami
pertumbuhan terhambat dan penurunan berat dalam hal ini dapat disebut dismatur.
Sirkulasi utero plasenter akan berkuarang 50% menjadi 250 mm/menit. Kematian janin
akibat kehamilan serotinus terjadi pada 30 % sebelum persalinan, 50% dalam
persalinan dan 15% dalam postnatal. Penyebab utama kematian perinatal adalah
hipoksia dan aspirasi mekonium. Tanda-tanda partus postterm dibagi menjadi tiga
stadium:
1) Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan
verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II : gejala pada stadium satu
ditambah dengan pewarnaan mekonium (kehijauan pada kulit).
3) Stadium III : pewarnaan kekeuningan pada
kuku, kulit dan tali pusat.
Pada kasus yang lain biasanya
terjadi insufisiensi plasenta. Dimana plasenta, baik secara anatomis maupun
fisiologis tidak mampu memberikan makanan dan oksigen kepada fetus untuk
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara norma. Hal ini dapat
menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Volume cairan amnion akan meningkat
sesuai dengan bertambahnya kehamilan. Pada kehamilan cukup bulan cairan amnion
1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, amis, dan
agak manis, cairan ini mengandung sekitar 98% air. Sisanya terdiri dari garam
organik dan anorganik yaitu rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari
bayi), sel-sel epitel dan forniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi.
Produksi cairan amnion sangat
dipengaruhi fungsi plasenta. Pada kehamilan serotinus fungsi plasenta akan
menurun sehingga akibatnya produksi cairan amnion juga akan berkurang. Dengan
jumlah cairan amnion dibawah 400 ml pada umur kehamilan 40 minggu atau lebih
mempunyai hubungan dengan komplikasi janin. Ini dikaitkan dengan fungsi cairan
amnion yaitu melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin
bergerak bebas, melindungi suhu janin, meratakan tekanan di dalam uterus pada
partus sehingga serviks membuka, membersihkan jalan lahir pada permulaan partus
kala II. Dengan adanya oligohidramnion maka tekanan pada uterus tidak sempurna,
sehingga terkadang disertai kompresi tali pusat dan menimbulkan gawat janin.
Janin menjadi stress kemudian mengeluarkan mekonium yang akan mencemari cairan
ketuban, sehingga tak jarang terjadi aspirasi mekonium yang kental.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Mac Donald, Gant. 1995. Obstetri
Williams. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2001. Standart Pelayanan kebidanan.
Doenges, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta
: EGC.
Lowdermilk & Shannon, E Perry. 2000. Maternity & Woman’s Health Care. Philadelpia: Mosby.
Manuaba, Ida Bagus Gde.
1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Simposium Obstetri. Jilid I. Jakarta:
EGC.
Prawirohardjo, S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI.
Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI.